Home > Khazanah

Istri Haid tapi Suami 'Tegangan Tinggi', Bagaimana Menurut Islam?

Hal yang sering kali ditanyakan, apakah suami masih boleh mencumbuinya? Kalau boleh, apa batasannya?
Istri Haid tapi Suami 'Tegangan Tinggi', Bagaimana Menurut Islam?

GENPOP -- Mungkin sebagian suami menghadapi kondisi di mana sedang tegangan tinggi tetapi istri sedang haid. Lantas bagaimana pandangan Islam terhadap hal ini?

Pada prinsipnya, seorang suami dilarang berhubungan intim dengan istri yang sedang haid. Seluruh ulama fiqih dari empat mazhab telah menyepakatinya, seperti Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali.

Haramnya berhubungan intim dengan istri yang sedang haid ini sebagaimana firman Allah pada Al-Baqarah Ayat 222:

"Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri..."

Namun, hal yang sering kali ditanyakan, apakah suami masih boleh mencumbuinya? Kalau boleh, apa batasannya?

Dikutip dari laman Rumah Fiqih Indonesia, Ustadzah Aini Aryani menjelaskan, ada tiga hadis yang menjadi rujukan soal dibolehkannya mencumbui istri yang sedang haid.

Hadits pertama diriwayatkan oleh Aisyah RA: "Dari Aisyah RA beliau berkata, "Rasululullah SAW menyuruhku untuk memakai sarung, kemudian beliau mencumbuiku dalam keadaan haid." (Muttafaqun Alaih)

Hadits kedua, juga diriwayatkan dari Aisyah RA:

"Jika salah satu dari kami (istri Nabi) ada yang haid, dan Rasulullah SAW ingin mencumbuinya, maka beliau menyuruh istrinya yang haid itu untuk memakai kain sarung, kemudian beliau mencumbuinya." (HR. Bukhari)`.

Hadits ketiga, diriwayatkan dari Ummul Mukminin Maimunah RA:

"Rasulullah SAW mencumbui istrinya dalam keadaan haid, apabila istrinya itu memakai sarung." (HR. An-Nasa'i)

Adapun batasannya, Ustadzah Aini memaparkan, batasan mengenai larangan hubungan badan yang disepakati para ulama adalah apabila terjadi jima' dalam arti yang sesungguhnya, yakni terjadinya dukhul atau penetrasi.

× Image