Home > Umum

Pembentukan Pansus Impor Beras Dinilai Bukti Keberpihakan Terhadap Rakyat

Pansus diperlukan guna menata pengelolaan pangan yang berpihak kepada rakyat atau petani bukan untuk para importir.

JAKARTA -- Direktur Rumah Politik Fernando Emas mendorong secepatnya pembentukan Panitia Khusus (Pansus) di DPR menyangkut masalah impor beras. Fernando meyakini Pansus diperlukan guna menata pengelolaan pangan yang berpihak kepada rakyat atau petani bukan untuk para importir.

Masalah itu pun sebenarnya telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Diharapkan selain proses hukum berjalan di KPK, di DPR ada juga upaya secara politik untuk menata pengelolaan ketersediaan pangan terutama beras yang berpihak kepada petani bukan pada para importir dan segelintir orang,” kata Fernando, Jumat,(12/7/2024).

Fernando menagih DPR RI bisa secepatnya membuktikan keberpihakannya kepada para petani. Salah satunya segera membentuk Pansus mengenai impor beras. Hal ini guna mencegah persepsi keberpihakan DPR terhadap importir.

“Saatnya DPR membuktikan memang benar sebagai wakil rakyat yang berpihak kepada para petani dengan membentuk Pansus dan bukan berpihak kepada para importir beras atau kebutuhan pangan lainnya,” ujar Fernando.

Fernando berharap pemerintah bisa membuat kebijakan yang benar-benar berpihak kepada para petani. Fernando mengingatkan pemerintah tidak sekedar janji-janji dalam membuat kebijakan untuk para petani.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi Partai Demokrat Suhardi Duka menyebut hadirnya Badan Pangan Nasional atau Bapanas yang dikomandoi oleh Arief Prasetyo Adi tidak fokus pada perbaikan hulu produksi karena merubah orientasi pangan menjadi impor.

Hal itu disampaikan Suhardi menanggapi dugaan skandal mark up impor impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar. Kasus ini menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.

“Saya menilai dengan hadirnya Bapanas, terjadi perubahan orientasi tentang pangan yang tadinya kita fokus untuk memperbaiki hulu dan produksi kini berubah menjadi ketersediaan dengan orientasi impor,” ujar Suhardi.

Suhardi menyebut perubahan serupa terjadi di tubuh Perum Bulog. Suhardi mengamati Perum Bulog pimpinan Bayu Krisnamurthi telah berubah menjadi operator impor dan penjualan semata.

“Bulog juga berubah orientasi tidak lagi menjadi penyangga hasil panen tapi menjadi operator impor dan penjualan,” ucap Suhardi.

Oleh karena itu, Suhardi menilai kalau tidak ada perubahan paradigma dari kedua lembaga tersebut maka impor pangan terkhusus beras akan menjadi sumber ketersedian bukan sekedar produksi.

“Kalau paradigma ini tidak diperbaiki maka impor akan menjadi sumber ketersediaan bukan lagi produksi,” ucap Suhardi.

Di sisi lain, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan membeberkan perhitungannya soal kerugian negara yang ditimbulkan apabila mark up terjadi pada impor beras tahun 2023 dan bulan Januari-April 2024 yang mencapai 4,83 juta ton.

“Total impor beras tahun 2023 mencapai 3,06 juta ton, dan Januari-April 2024 sudah mencapai 1,77 juta ton. Total 4,83 juta ton. Kalau modus markup sebesar 117 dolar AS per ton ini terjadi sejak tahun 2023, maka kerugian negara memcapai 565 juta dolar AS, atau sekitar 8,5 triliun rupiah,” kata Anthony, Rabu,(10/7/2024).

Diketahui, kasus ini sendiri bermula saat Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Jakarta, Rabu, (3/7/2024).

Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto meminta KPK dapat segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dua masalah tersebut.

× Image