Home > Teknologi

3 Faktor Penghambat Adopsi dan Pengembangan Teknologi Blockchain

Jaringan Blockchain bisa menjadi lambat dan tidak efisien karena tingginya persyaratan komputasi yang diperlukan untuk memvalidasi transaksi.
Teknologi blockchain (ilustrasi). Sumber:pixabay
Teknologi blockchain (ilustrasi). Sumber:pixabay

GenpOp.id -- Pakar teknologi blockchain, Anndy Lian, mengungkapkan beberapa hal yang menghambat pengembangan dan adopsi teknologi blockchain. Lantas apa saja faktor yang menjadi penghambat tersebut?

Skalabilitas

Menurut penulis buku "Blockchain Revolution 2030" dan "NFT: From Zero to Hero" itu, dari sisi skalabilitas, jaringan Blockchain bisa menjadi lambat dan tidak efisien karena tingginya persyaratan komputasi yang diperlukan untuk memvalidasi transaksi.

"Ketika jumlah pengguna, transaksi, dan aplikasi meningkat, kemampuan jaringan blockchain untuk memproses dan memvalidasinya secara tepat waktu menjadi terbatas. Hal ini membuat jaringan blockchain sulit digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan kecepatan pemrosesan transaksi yang cepat," kata dia, dikutip Techopedia.

Regulasi

Hal kedua yang menjadi penghambat kemajuan teknologi blockchain dan adopsinya, yaitu regulasi. Lian menyampaikan, teknologi Blockchain saat ini tunduk pada ketidakpastian hukum dan kompleksitas peraturan. Ini dapat menciptakan hambatan atau konflik dalam penerapan dan penegakannya.

Dia mengatakan, setiap negara memiliki pendekatan dan sikap yang berbeda terhadap teknologi blockchain dan penerapannya, terutama aset kripto. Ada yang lebih suportif dan proaktif, ada pula yang lebih restriktif dan reaktif.

"Tidak ada konsensus atau koordinasi global mengenai cara mengatur teknologi blockchain, sehingga menciptakan ketidakpastian dan inkonsistensi bagi pengguna, pengembang, dan regulator," ujarnya.

Penerimaan

Faktor penghambat adopsi dan pengembangan teknologi blockchain yang ketiga adalah penerimaan. Lian mengakui, teknologi Blockchain masih tergolong baru dan asing bagi banyak orang. Ini kemungkinan membuat mereka belum memahami manfaatnya atau mempercayai fitur-fiturnya.

"Teknologi Blockchain juga menantang gagasan tradisional tentang otoritas, intermediasi, dan kontrol, yang mungkin menimbulkan penolakan atau skeptisisme dari beberapa pemangku kepentingan. Karena itu, teknologi Blockchain memerlukan perubahan budaya dan perubahan pola pikir untuk adopsi dan penerimaannya," terangnya.

Meski demikian, Lian meyakini pengembangan teknologi blockchain dan adopsinya akan terus berproses hingga masa-masa yang akan datang. "Percayalah kepadaku. Semua ini sedang dalam pengerjaan saat ini. Anda mungkin tidak melihatnya, namun adopsi (blockchain) sedang on the rise," terangnya.

Lian menuturkan, teknologi blockchain mendapatkan momentum dan pengakuan di kalangan pemimpin bisnis, namun masih perlu mengatasi beberapa kendala dan ketidakpastian sebelum dapat diadopsi secara massal.

"Tantangan dan risiko seperti ketidakpastian peraturan, kurangnya standarisasi, masalah skalabilitas, masalah interoperabilitas, dan penolakan budaya dapat menghambat adopsi teknologi blockchain secara luas dalam waktu dekat," kata dia.

Lian mengutip survei Deloitte, bahwa hampir 80 persen eksekutif global memandang blockchain sebagai hal yang sangat penting, dan lebih dari 60 persen eksekutif percaya bahwa masalah peraturan merupakan hambatan dalam adopsi blockchain. []

× Image