Home > Umum

ICW Desak KPK Periksa Anggota BPK Terkait Kasus SYL

Keterangan pejabat Kementan dinilai perlu dijadikan fakta petunjuk oleh KPK untuk melihat apakah unsur pasal suap telah dipenuhi.
Momen ketika Mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo bersama Anggota IV BPK Haerul Saleh. Dok Istimewa
Momen ketika Mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo bersama Anggota IV BPK Haerul Saleh. Dok Istimewa

JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa auditor dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang disebut dalam persidangan kasus korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Keterangan saksi dalam proses persidangan Syahrul Yasin Limpo, yang menyatakan bahwa ada permintaan uang dari auditor BPK harus dipandang sebagai fakta persidangan," kata Peneliti ICW Diky Anandya kepada wartawan, Rabu (15/5/2024).

Menurut Diky, permintaan uang sejumlah Rp12 miliar untuk menerbitkan status Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Kementan oleh auditor BPK yang terungkap di persidangan harus didalami.

"Apalagi disebutkan bahwa dari permintaan uang sebesar Rp12 miliar, transaksinya sudah terjadi dengan kesepakatan sebesar Rp 5 miliar agar Kementerian Pertanian mendapatkan opini WTP dari BPK," ujar Diky.

Oleh karena itu, Diky menyebut keterangan dari Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto harus dijadikan sebagai fakta petunjuk oleh KPK untuk melihat apakah unsur pasal suap telah dipenuhi.

"Caranya adalah dengan melakukan pengembangan perkara dengan melakukan upaya penyelidikan dan penyidikan atas indikasi suap menyuap ini dengan segera memanggil dan memeriksa auditor dan anggota BPK yang disebutkan namanya," ucap Diky.

Diky juga mengingatkan KPK segera bertindak tanpa harus menunggu persidangan SYL dkk selesai.

"KPK tanpa harus menunggu pembacaan vonis persidangan Syahrul Yasin Limpo," ujar Diky.

Selain itu, Diky mendorong KPK untuk berkoordinasi dengan PPATK dalam rangka menelusuri aliran dana dan dugaan pencucian uang dari hasil korupsi.

"Ini dalam rangka pelacakan aset," ucap Diky.

Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Roy Salam meminta KPK serius dalam menyikapi dugaan keterlibatan anggota BPK ini. Roy berharap KPK serius menelusuri dugaan aliran dana suap tersebut. Seharusnya BPK, lanjut Roy, bisa belajar dari kasus yang menjerat Anggota III BPK Achsanul Qosasi terkait suap proyek BTS.

"Nah, kalau dugaan suap WTP Kementan ini terjadi lagi, maka oknum BPK itu tidak amanah mengelola uang rakyat. Dengan begitu, tidak ada lagi lembaga yang bisa menggaransi pengelolaan APBD dan APBN," ujar Roy.

Roy mendesak agar Revisi UU BPK harus segera diselesaikan. Namun sayangnya, usulan Revisi UU tersebut selalu mentok di DPR.

"Selama pandemi banyak tata kelola keuangan negara menjadi carut marut. Ini memang bagian kelemahan BPK. Nah, dengan revisi UU BPK, diharapkan menjadi lebih kuat," ucap Roy.

Dalam persidangan SYL pada pekan ini terungkap auditor BPK disebut meminta uang Rp12 miliar agar Kementan di bawah kepemimpinan SYL mendapatkan predikat WTP. Hal itu disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto saat bersaksi dalam persidangan SYL dkk pada Rabu (8/5/2024).

Awalnya, Jaksa KPK mendalami pengetahuan Hermanto soal sosok Haerul Saleh dan Victor. Hermanto mengakui mengenal Haerul Saleh, yang merupakan Anggota IV BPK.

"Kalau Pak Victor itu memang auditor yang memeriksa kita (Kementan)," kata Hermanto dalam sidang itu.

"Kalau Haerul Saleh?" cecar jaksa KPK.

"Ketua AKN (Akuntan Keuangan Negara) IV," kata Hermanto.

Hermanto juga menjelaskan bahwa ada temuan BPK terkait pengelolaan anggaran Food Estate di Kementan. Dia menyebut temuan soal Food Estate itu tidak banyak namun mencakup nilai anggaran yang besar.

Hermanto menjelaskan bahwa saat itu BPK menemukan adanya kekurangan dalam kelengkapan dokumen administrasi. Kementan pun diberi kesempatan untuk melengkapinya.

Jaksa KPK lantas bertanya apakah ada permintaan dari BPK terkait pemberian opini. Hermanto tak membantah adanya permintaan uang dari pihak BPK agar Kementan mendapat WTP.

"Diminta Rp 12 miliar oleh pemeriksa BPK itu?" cecar jaksa KPK.

"Iya, Rp 12 miliar oleh Pak Victor tadi," jawab Hermanto.

Jaksa KPK pun kembali bertanya apakah permintaan uang sejumlah Rp12 miliar oleh BPK itu dipenuhi. Hermanto mengaku mendengar bahwa Kementan hanya memberikan Rp5 miliar.

Hermanto mengaku tidak mengetahui proses penyerahan uang tersebut kepada auditor BPK. Namun, kata Hermanto, auditor bernama Victor itu sempat menagih kekurangan uang tersebut ke Kementan.RIZKYSURYA.

× Image