Home > Bisnis

Dokumen tak Proper Dinilai Jadi Biang Keladi Dugaan Skandal Mark Up Beras

Kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum dapat dilakukan karena dokumen impor belum diterima melebihi waktu yang telah ditentukan.

JAKARTA -- Klaim Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebagai regulator pembangunan ekosistem pangan nasional dengan prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif dinilai tak sesuai kenyataan. Klaim Bapanas disebut tidak sejalan dengan dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri pada 17 Mei 2024.

Hal itu dikatakan oleh Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto. Hari menemukan dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri yang menyebutkan bahwa ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit. Hal ini menyebabkan biaya demurrage atau denda yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.

“Terdapat keterlambatan dan atau kendala dokumen impor yang tidak proper dan complete sehingga menyebabkan container yang telah tiba di wilayah Pabean/Pelabuhan tidak dapat dilakukan clearance,” kata Hari mengutip dokumen itu pada Senin (8/7/2024).

Dalam dokumen itu disebutkan bahwa kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum dapat dilakukan karena dokumen impor belum diterima melebihi waktu yang telah ditentukan.

“Beberapa dokumen impor untuk kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum diterima melebihi tanggal estimate time arrival ETA/actual time arrival dan atau dokumen belum lengkap dan valid ketika kapal sudah sandar,” lanjut Hari.

Tak hanya itu, dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa telah terjadi kendala

pada sistem Indonesia National Single Windows (INWS) di kegiatan Impor tahap 11 yang dilakukan Bulan Desember 2023.

“Dokumen yang diterima belum lengkap dan valid sehingga perlu dilakukan perbaikan setelah submit ke aplikasi INWS berupa lembar survey (LS),” ucap Hari.

Dalam dokumen riviu tersebut juga disebutkan terjadinya biaya demurrage atau denda karena perubahan Perjanjian Impor (PI) dari yang lama ke baru. Lalu ada juga phytosanitary yang expired dan kedatangan container besar dalam waktu bersamaan sehingga terjadi penumpukan container di pelabuhan.

Akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage atau denda senilai Rp Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp 22 miliar, Rp 94 miliar DKI Jakarta dan Jawa Timur Rp 177 miliar.

Sebelumnya, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) I Gusti Ketut Astawa mengatakan Bapanas hanya sebagai regulator dalam soal impor beras dengan prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif. Hal ini disampaikan Gusti Ketut merespons laporan Studi Rakyat Demokrasi (SDR) ke KPK terkait skandal impor beras.

“Sebagai regulator yang diamanatkan Perpres 66 tahun 2021, tentunya prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif senantiasa kami usung," katanya, Jumat,(5/7/2024).

Diketahui, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Dirut Bulog Bayu Krisnamurthi terkait dugaan mark up (selisih harga) impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun dan kerugian negara akibat demurrage impor beras senilai Rp294,5 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Jakarta, Rabu, (3/7/2024).

Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto meminta KPK segera memeriksa Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terkait dua masalah tersebut.

× Image