Dirjen HAM Optimistis Stranas BHAM Dorong Bisnis Ramah HAM
JAKARTA -- Pengesahan Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM) ke dalam kerangka regulasi nasional dinilai penting guna mewujudkan penghormatan HAM pada sektor bisnis di tanah air.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal HAM Kemenkumham, Dhahana Putra dalam acara Rapat Koordinasi Gugus Tugas Nasional Bisnis dan HAM (GTN BHAM) di Hotel Ritz Carlton SCBD Jakarta, Rabu (31/7/2024).
“Stranas BHAM ini bertujuan untuk mendorong terciptanya praktik bisnis yang ramah HAM dan mengedepankan prinsip-prinsip non-diskriminasi, kesetaraan, partisipasi, akuntabilitas, dan keterbukaan,” kata Dhahana dalam kegiatan itu.
Dhahana menjelaskan Stranas BHAM memuat tiga strategi utama: Peningkatan Pemahaman dan Kapasitas, Pengembangan Regulasi dan Kebijakan, dan Penguatan Mekanisme Pemulihan bagi korban.
"Stranas BHAM merupakan dokumen yang bersifat holistik dan komprehensif, tidak hanya fokus pada aspek perlindungan HAM tetapi juga mencakup aspek pembangunan ekonomi, lingkungan, dan tata kelola yang baik," ujar Dhahana.
Dhahana memandang penerapan HAM di dalam dunia bisnis akan berdampak positif bagi dunia usaha di tanah air. Pasalnya, perkembangan pasar global ke depan akan semakin mendesak negara-negara untuk
menerapkan HAM dalam tatakelola bisnis. Salah satu contohnya seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang menjadi tantangan bagi pemerintah Indonesia dalam mengekspor sawit ke Eropa.
"Karena itu, kami meyakini bahwa penerapan bisnis dan HAM yang kita dorong melalui Stranas BHAM ini sejatinya tidak memberatkan dunia usaha tetapi justru sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan daya saing produk-produk kita di pasar global," ucap Dhahana.
Lebih lanjut, Dhahana juga menjelaskan tugas penting GTN BHAM dalam mendorong implementasi Stranas BHAM. Menurutnya, GTN BHAM memiliki tugas mulai dari pengusulan rancangan Aksi Bisnis dan HAM, koordinasi dan penyelarasan pelaksanaan Stranas BHAM di level nasional dan daerah, hingga pemantauan dan evaluasi pelaksanaannya.
Selain itu, Direktur Jenderal HAM menyinggung mengenai pengembangan Aplikasi Penilaian Resiko Hak Asasi Manusia (PRISMA). PRISMA dirancang untuk membantu perusahaan dalam mengidentifikasi risiko dampak hak asasi manusia dalam aktivitas bisnis.
“Saat ini, 238 perusahaan telah memiliki akun PRISMA, dengan 31 di antaranya telah mencapai kategori hijau,” ungkapnya.
Ia mengajak seluruh Anggota GTN BHAM berkomitmen dalam pelaporan Aksi Bisnis dan HAM serta mendorong dunia usaha untuk melakukan self-assessment melalui aplikasi PRISMA.