Analisis Prospek Bitcoin 2022, Cerah?
Harga Bitcoin sepanjang 2021 sempat mencatatkan rekor kenaikan harga tertingginya sepanjang sejarah. Di awal November 2021, harga bitcoin menyentuh Rp 960 juta per satu bitcoin. Kemudian berlangsung turun hingga kemarin hanya bertengger di harga Rp 689 juta.
Lalu bagaimana prospek bitcoin tahun depan? Apakah harga Bitcoin mampu kembali naik melebihi rekor harga tertingginya atau malah makin turun? Setidaknya ada dua peristiwa penting yang menyebabkan harga Bitcoin naik begitu tinggi pada 2021.
Pertama karena likuiditas yang tinggi. Likuiditas (uang beredar) di pasar keuangan begitu melimpah sebab pandemi. Hampir seluruh Bank Sentral di dunia menurunkan bunga acuannya. Akibatnya investor mencari aset yang jauh lebih menguntungkan untuk melindungi asetnya.
Sederhananya begini. Jika kalian memiliki uang yang banyak, dan di sisi lain bunga di bank itu sangat rendah misalnya cuma 2% dalam satu tahun, maka otomatis kalian tidak tertarik untuk menaruh uang kalian di bank lagi. Karena bunga setahun cuma 2 persen sedangkan inflasi dalam satu tahun bisa 4-5 persen.
Ini artinya nilai uang Anda menjadi berkurang. Maka, di era bunga bank rendah, investor coba masuk ke instrumen investasi yang menjanjikan keuntungan jauh lebih besar agar bisa melindungi nilai uang mereka.
Karena itu, instrumen investasi seperti saham dan bitcoin akan naik tinggi saat kondisi bunga bank itu tidak menarik bagi mereka. Para investor akan coba mencari peruntungan di investasi yang jauh lebih berisiko di banding menaruh uang mereka di tabungan.
Kedua, banyak Konglomerat Taruh Uang di Bitcoin. Makin banyaknya para konglomerat yang sudah mulai menaruh uangnya di bitcoin. Sebut saja Elon Musk. Dia mengaku telah membelanjakan uangnya untuk membeli bitcoin senilai 1,5 miliar dolar.
Tak hanya Elon Musk, beberapa investor kelas kakap seperti MicroStrategy, The Tezoz Foundation, dan Square inc juga sudah menaruh dananya di bitcoin. Semakin banyak investor besar yang masuk ke bitcoin membuat investor ritel makin yakin dengan masa depan bitcoin.
Karena tidak mungkin para investor besar itu mau kehilangan uang yang begitu besar secara cuma cuma. Mereka tentu sudah yakin akan masa depan bitcoin sehingga berani menaruh uang puluhan triliun mereka di bitcoin.
Karena itu, permintaan terhadap Bitcoin makin meningkat seiring makin banyaknya jumlah investor yang tertarik dengan Bitcoin. Di sini hukum ekonomi bekerja. Semakin banyaknya permintaan maka akan membuat harga ikut meningkat.
Selain dua penyebab itu, tentu saja masih banyak penyebab lain yang membuat harga Bitcoin sempat mencatatkan rekor kenaikan tertinggi. Contohnya, semakin banyak negara yang melegalkan penggunan bitcoin seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Kanada, Finlandia, Australia Nigeria, dan El Salvador.
Ketika makin banyak negara memperbolehkan jual beli bitcoin, tentu akan membuat permintaan bitcoin semakin meningkat. Sebab, selama ini hambatan terbesar dari Bitcoin sendiri datang dari regulator seperti Bank Sentral. Memang harus diakui bank sentral adalah batu sandungan paling besar bagi Bitcoin.
Karena jika Bitcoin dan mata uang kripto yang lain diizinkan sebagai alat pembayaran, tentu akan menganggu fungsi bank sentral sebagai penjaga moneter sebuah negara.
Prediksi Harga Bitcoin 2022
Memasuki 2022 ini, harga bitcoin sempat terperosok di bawah Rp 500 juta dan ini menjadi catatan bagi Anda yang telah menaruh uang besar-besaran di kripto sehingga mungkin membuat Anda berada dalam situasi "nyangkut".
Kendati demikian, ada beberapa orang yang optimis naik. Misalnya Mike McGlone, Senior Commodity Strategist Bloomberg Intelligence. Dia memprediksi harga bitcoin tahun depan bisa kembali melampaui harga tertingginya pada tahun ini. Dia memperkirakan harga bitcoin tahun depan bisa menyentuh harga 100 ribu dolar.
Alasannya, faktor penghambat penurunan harga bitcoin seperti larangan penambangan bitcoin di China dan konsumsi energi bitcoin yang tidak efisien dinilai sudah tidak terlalu berpengaruh terhadap harga bitcoin.
Misalnya soal larangan penambangan Bitcoin di China. Para penambang Bitcoin itu justru menggeser lokasinya ke Negara yang jauh lebih ramah terhadap Bitcoin seperti Amerika Serikat dan Kanada.
Begitu juga soal penggunaan energi Bitcoin. Para pengkritik Bitcoin selalu berdalih bahwa konsumsi energi Bitcoin itu sangat tidak efisien. Mereka selalu menggaungkan konsumsi energi Bitcoin itu lebih besar dibanding konsumsi energi beberapa negara seperti Swedia, Bangladesh, dan Norwegia.
Berdasarkan data Cambridge Center for Alternative Finance, konsumsi energi Bitcoin sebesar 147 terawatt Hour (Twh), Swedia konsumsi energinya hanya 131 Twh, Bangladesh, 71 Twh, dan Norwegia 124 Twh.
Namun perbandingan seperti itu dianggap kurang fair. Kenapa tidak dibandingkan dengan konsumsi energi yang dilakukan sistem perbankan. Karena jika mau fair harusnya dibandingkan dengan konsumsi energi sistem perbankan.
Nyatanya, konsumsi energi perbankan justru jauh lebih besar dibandingkan konsumsi penambangan Bitcoin. Asal tahu saja, perbankan sangat bergantung pada konsumsi energi yang juga besar. Dari mulai data center, ATM, dan jaringan pembayaran digitalnya itu konsumsi energinya mencapai 263 Twh.
Nah, itu tadi merupakan contoh dari kalangan yang optimis harga Bitcoin pada 2022.
Sebaliknya, ada juga yang berpendapat sebaliknya. Misalnya Louis Navellier, investor kawakan Amerika. Dia memprediksi harga bitcoin tahun depan cenderung akan mengalami koreksi harga. Penyebabnya adalah program tapering yang dilakukan Bank Sentral Amerika Serikat The Fed.
Jika The Fed melakukan peningkatan suku bunga acuannya, maka jelas mengakibatkan koreksi harga di aset beresiko seperti saham dan Bitcoin. "Semakin cepat The Fed melakukan tapering, maka kita akan melihat volatilitas yang tinggi di pasar saham dan obligasi, dan tentu saja Bitcoin," kata Navellier.
Pendapat yang tidak jauh berbeda juga diungkapkan Mike Novogratz, triliuner investor kripto dan CEO Galaxy Digital. Ia mengatakan, kebijakan The Fed bisa membuat pasar kripto runtuh di 2022.
"Orang-orang kini menjadi bearish (memandang harga akan turun) terhadap Bitcoin dan mata uang kripto lainnya setelah penguatan tajam dalam satu tahun terakhir. Bitcoin melesat nyaris 200%, ethereum 600% belum lagi yang lainnya juga naik ratusan persen," kata Novogratz.